Allah memerintahkan kepada
orang-orang beriman untuk hidup sebagai orang yang teguh dan ikhlas kepada Allah dalam agama mereka. Itulah sebagian
tanda orang yang benar, karena orang yang benar itu selalu :
1.
Ingin mendapatkan
ridha Allah SWT.
Dalam perbuatan dan ibadahnya, seorang mukmin sejati tidak pernah berusaha
untuk mendapatkan cinta, kepuasan, penghargaan, perhatian, dan pujian dari
siapa pun kecuali Allah. Adanya keinginan untuk mendapatkan semua itu dari
manusia adalah tanda bahwa ia gagal menghadapkan wajahnya kepada Allah dengan
keikhlasan dan kesucian. Dalam kenyataan, kita sering menemukan orang yang
“melakukan perbuatan-perbuatan baik atau melakukan ibadah untuk tujuan-tujuan
lain selain mendapatkan keridhaan Allah”. Sebagai contoh, ada orang yang
menyombongkan diri karena menolong kaum miskin atau bermaksud mendapatkan
kehormatan saat ia melakukan perintah agama yang penting, seperti shalat.
Orang-orang yang mendirikan shalat, melakukan kebaikan supaya terlihat,
disebutkan di dalam Al-Qur`an, surat Al Baqarah (2) ayat 264. Pada
hari pembalasan, setiap orang akan berdiri sendiri di hadapan Allah dan
ditanyai atas setiap perbuatannya. Pada hari itu, keimanan, kesalehan,
keikhlasan, dan kepatuhan akan memainkan peran yang penting. Nabi Muhammad saw.
mengingatkan orang-orang beriman akan pentingnya keikhlasan, seperti yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An-Nasa'i dari Abu Hurairah yang berbunyi : “Allah
menerima perbuatan yang dilakukan secara murni karena Allah dan bertujuan untuk
mencari keridhaan-Nya.”
2.
Berpaling
kepada Allah dengan Penyesalan dan
Keikhlasan dalam Niat dan Perbuatan. Berpaling kepada Allah dengan pengabdian sepenuh
hati berarti mencintai-Nya dengan sebenar-benar cinta, sehingga seseorang tidak
dapat menjauh dari keimanan, pengabdian, dan kesetiaan dalam kondisi apa pun,
dan memiliki rasa takut kepada-Nya dan hati-hati menjaga agar tidak kehilangan
keridhaan-Nya. Dengan demikian, setiap orang yang beriman dan tunduk patuh
kepada Allah akan mendirikan shalat dan mengerjakan amalan lainnya untuk
mendapatkan keridhaan-Nya. Sebagai kesimpulan dalam hal ini, yang merupakan
dasar penyucian diri, seorang mukmin sejati adalah, “Orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan
mereka....” (Hud [11]: 23).
3. Percaya kepada
Allah dengan Menunjukkan Pengabdian yang Tinggi. Orang-orang yang beriman yang
mencapai tingkat kesucian yang didefinisikan dalam Al-Qur`an, yakin kepada
Allah “dengan menunjukkan rasa khidmat yang mendalam”. Ini berarti mereka
mengerti akan kebesaran dan kekuatan Allah. Karenanya, ia merasakan cinta yang
mendalam, pengabdian yang murni, dan rasa takut, dengan tidak pernah
meninggalkan kesempatan untuk mendapatkan
keridhaan-Nya demi keuntungan duniawi. Keikhlasan adalah mengetahui bahwa tidak
ada keuntungan duniawi, kecil ataupun besar, yang dapat menjadi lebih penting
daripada mendapatkan ridha dan menjalankan perintah-Nya. Di dalam Al-Qur`an
surat Ali Imran (3) ayat 199, kualitas orang-orang yang benar itu dijelaskan
sebagai berikut.“... mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga
yang sedikit....” (Ali Imran [3]: 199).
4. Patuh Mengabdi
kepada Allah.
Keikhlasan sejati membutuhkan ketundukan dengan penyerahan total kepada Allah.
Akan tetapi, ketundukan ini haruslah tidak bersyarat. Seseorang yang ridha
kepada ketentuan Allah, tetapi hanya bersyukur dan berserah diri kepada Allah
dalam kondisi tertentu saja, tidak dapat dikatakan berserah diri jika ia
menjadi pemberontak dan tidak patuh saat kondisinya berubah. Sebagai contoh,
orang yang memiliki hubungan bisnis yang baik dan mendapatkan sejumlah uang. Ia
sering kali mengatakan bahwa Allahlah yang mengizinkan kondisi kekayaan dan
keberuntungannya. Tetapi saat segalanya memburuk, ia tiba-tiba berbalik dan
melupakan kepatuhannya kepada Allah. Sifatnya tiba-tiba berubah dan ia mulai
mengeluh terus-menerus dan mengatakan bahwa ia adalah orang yang baik, bahwa ia
tidak seharusnya mendapat musibah, dan ia tidak mengerti sama sekali mengapa
segalanya terjadi demikian buruk. Ia bahkan melewati batas dan mulai
menyalahkan Allah dengan melupakan bahwa takdir selalu berjalan sesuai dengan
apa yang terbaik. Ia mungkin saja bertanya-tanya pada dirinya akan pertanyaan
yang tidak ada hubungannya, seperti: mengapa segala sesuatunya berjalan
seperti ini? mengapa semua ini terjadi pada saya? “Dan siapakah yang lebih
baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah,
sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan dia mengikuti agama Ibrahim yang
lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangannya.” (an-Nisaa` [4]: 125).
5.
Berpaling
kepada Allah Tak Hanya di Saat Sulit, tetapi dalam Setiap Detik Kehidupan. Orang-orang yang
suci hatinya, mereka berpaling kepada Allah dengan hati yang terbuka, tak ada
perbedaan di dalam sikap dan tingkah laku mereka, baik di waktu sulit maupun
lapang. Hal ini karena mereka menyadari sepenuhnya akan kekuatan absolut Allah.
Mereka selalu hidup dengan rasa takut dan mengabdi kepada Allah dengan
pengabdian sepenuh hati yang tak terbagi. Allah menyatakan bahwa di hari akhir
nanti, tidaklah sama balasannya antara orang-orang yang berbuat sesuatu dengan
tulus hanya saat mereka menghadapi kesulitan dan orang-orang menyucikan dirinya
serta berjuang sepanjang hidup mereka. Mukmin sejati akan dibalas dengan surga,
sedangkan yang lainnya akan dihukum dengan neraka. Ayat berikut terkait dengan
hal ini. “Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon
(pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan
memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah di akan kemudharatan yang pernah dia
berdo’a (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia
mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari
jalan-Nya. Katakanlah, “Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara
waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka.’ (Apakah kamu, hai orang
musyrik, yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu
malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, ‘Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya, orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (az-Zumar [39]: 8-9).
6. Tidak Pernah
Enggan dalam Mengabdi dan Beribadah kepada Allah. Allah menggambarkan balasan
yang menanti di hari akhir atas sikap tersebut dan Dia menghadirkan para
malaikat sebagai contoh bagi manusia, “Almasih sekali-kali tidak enggan
menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang
terdekat (kepada Allah). Barangsiapa yang enggan dari menyembah-Nya dan
menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya.”
(an-Nisaa` [4]: 172). Sebagaimana disebutkan di dalam ayat ini, salah satu ciri
keikhlasan dan kebajikan adalah dengan tidak pernah merasa enggan dalam
mengabdi dan beribadah kepada Allah. Orang-orang beriman selalu ingin beribadah
kepada Allah dalam situasi apa pun. Karena itulah, mereka tidak pernah
kehilangan semangat, sekalipun mereka dipaksa untuk mengorbankan hidup dan
kekayaan mereka atau menghadapi kesulitan dan kedukaan.
7. Keikhlasan
Perlu Dimurnikan.
Salah
satu ciri yang paling penting yang ada pada diri mukmin yang sejati dan ikhlas
adalah bahwa ia dengan tulus ingin dan berusaha untuk menyucikan dirinya dari
segala jenis tingkah laku dan akhlaq yang dilarang oleh Al-Qur`an demi
memperoleh keridhaan Allah. Manusia diciptakan cenderung untuk berbuat salah,
namun Allah menyatakan dalam ayat terpisah bahwa Dia telah melengkapi jiwa
manusia tidak hanya terbatas dengan dosa dan kejahatan, tetapi juga dengan
cara-cara untuk menghindarinya. “Dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketaqwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (asy-Syams [91]: 7-10).
8. Berusaha
Bersama-sama dan Melakukan Perbuatan Baik Terus-menerus. “Harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah
lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
(al-Kahfi [18]: 46). Perbuatan tersebut juga merupakan tanda keikhlasan dan
kesucian seseorang. Sebagian orang dapat melakukan perbuatan baik, tetapi bukan
karena mereka takut kepada Allah, melainkan ingin mendapatkan kehormatan dan
pujian di mata manusia. Sebagai contoh, seseorang yang mengirimkan
barang-barang dan pakaiannya untuk orang-orang yang kehilangan tempat tinggal
karena gempa bumi. Ia mungkin saja membantu tetangganya, atau bersikap baik,
sayang, dan baik budi. Ia mungkin juga ramah, lembut, dan memahami karyawannya.
Ia mungkin hormat dan penuh toleransi kepada orang yang lebih tua. Jika perlu,
ia bisa saja mengorbankan dirinya, ikut serta dalam kegiatan kemanusiaan. Semua
itu adalah perbuatan yang baik. Bagaimanapun juga, apa yang benar-benar penting
adalah keteguhan dan kesabaran yang ditunjukkan saat melakukan perbuatan
tersebut. Sepanjang hidupnya, setiap muslim yang telah menyucikan dirinya harus
membantu siapa pun yang membutuhkan, tanpa memperhatikan pendapat orang lain
tentang dirinya. Usaha-usaha yang dilakukan hanya untuk mendapatkan keridhaan
Allah ini juga dilaksanakan untuk membuktikan tingkat keikhlasan mereka.
Bagaimanapun juga, jika orang tersebut gagal membawa dirinya kepada ajaran
moral yang disebutkan di atas dan untuk bersikap dalam sikap pengabdian dan
pengorbanan diri yang sama, kesucian yang akan didapatnya saat melakukan
perbuatan lain akan mudah hilang.
9. Mengabdi dan
Terus Berusaha Menjadi Orang yang Benar. Semua
tingkah laku yang menjadikan Allah ridha dijelaskan secara rinci dalam banyak
ayat Al-Qur`an. Banyak rincian tentang bagaimana berbuat adil dalam jual beli,
tidak mengambil harta yang tidak halal, memberikan takaran dan timbangan yang
tepat, dan sebagainya, telah dijelaskan di dalam Al-Qur`an. Ketika seseorang
hidup dengan rasa takut kepada Allah dan melakukan perbuatan sesuai dengan
ayat-ayat tersebut, ia melakukan jual beli untuk memenuhi keridhaan dan
keikhlasan kepada Allah. Demikian pula, menahan diri dari perkataan kotor,
tidak tinggal diam ketika orang lain menghina Al-Qur`an, dan berbicara dengan
jujur dan bijaksana, semua itu adalah bagian dari akhlaq agung yang disebutkan
di dalam Al-Qur`an. Karena itulah, seharusnya tidak ada seorang pun yang salah
mengartikan bahwa agama hanyalah terdiri atas ritual-ritual agama dan bahwa
keikhlasan hanya bisa didapatkan dengan melakukan ritual-ritual tersebut.
10. Pandai
Menguasai Diri, Ikhlas, dan Dapat Dipercaya. Seseorang yang secara konsisten berbuat ikhlas
akan terlihat bersifat baik dan bersungguh-sungguh. Mereka yang hanya ingin
mendapatkan keridhaan Allah dan tidak mencari balasan duniawi, tidak akan
pernah menjadi orang yang palsu, penuh tipu daya, tidak ikhlas,
dan tidak wajar. Ia bersikap baik, demikian pula perbuatan dan ucapannya. Hal
ini karena ia tidak akan berusaha mempengaruhi orang lain atau terlalu
ambisius. Ia akan cepat disukai dan membuat orang lain merasa nyaman dengannya.
Karena ia hanya ingin mendapatkan keridhaan Allah, ia menyadari sepenuhnya
bahwa sifat-sifat menipu yang dilakukan untuk mendapatkan pengaruh pada orang
lain akan merusak ketulusan hatinya. Ia akan merasa nyaman dan damai karena
mengetahui bahwa Allah adalah satu-satunya teman baik dan satu-satunya
pelindung.